Secara istilah hukum, sa’i ialah berjalan dan lari-ları kecil di antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah dengan disertai doa Latar belakang sejarah sa’i berkaitan erat dengan usaha Siti Hajar istri Nabi Ibrahim Alaihi Salam yang hendak mencari air di padang pasir antara Shafa dan Marwah Hajar berjuang un tuk mendapatkan air bagı keperluan Ismail yang masih bayi, sementara suami (Nabi Ibrahım ‘Alahi salam) tidak ada di sampingnya.
Secara istilah hukum, sa’i ialah berjalan dan lari-ları kecil di antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah dengan disertai doa Latar belakang sejarah sa’i berkaitan erat dengan usaha Siti Hajar istri Nabi Ibrahim Alaihi Salam yang hendak mencari air di padang pasir antara Shafa dan Marwah Hajar berjuang un tuk mendapatkan air bagı keperluan Ismail yang masih bayi, sementara suami (Nabi Ibrahım ‘Alahi salam) tidak ada di sampingnya.
Kondisi yang penuh kesulitan ini tidak membuat Hajar menjadi kolokan Ismail yang masih bayı dısımpan (di dekat Ka’bah, sekarang), sementara Hajar bangkit dengan semangat tinggi untuk membela anak tercintanya Dia berları untuk mencari air dan naik ke Bukit Shafa Dari bukit ini, Hajar menatap ke Bukit Marwah yang tampak seolah-olah ada genangan air Dia pun berlari ke Bukit Marwah sambil berdoa. Tetapi, Siti Hajar tidak menemukan air dı seputar Shafa dan Marwah itu.
Setelah tujuh kali pencarian air dengan berlari-lari kecil ndak dia dapatkan. Hajar mendekati anaknya yang tergeletak sendiri. Dengan izin Allah, darı bawah kaki Ismail bayi keluarlah air bening yang menyegarkan Kini dikenal dengan nama air zamzam.
Peristiwa sa’i ini memberi pelajaran yang sangat berharga bagi kita, khususnya dalam pembangunan semangat untuk meraih sesuatu. Ada beberapa makna esoteris sa’i, sebagai berikut:
• Usaha untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan itu harus dilakukan secara maksimal sebagaimana yang di contohkan oleh Siti Hajar.
• Usaha yang maksimal tetap harus dibarengi oleh doa yang optimal pula agar kita tidak disebut sebagai orang yang sombong (al-kibr).
• Seperti halnya Siti Hajar yang tidak mengenal lelah dan tidak cengeng, semestinya pun tidak boleh berputus asa atau pesimis. Sebaliknya, kita menjadi orang yang tetap dan selalu optimis (penuh harap kepada Allah). Firman Allah, Janganlah kamu berhatı lemah karena bagimu, Allah ttu tempat berharap, sedangkan orang kafir tidak punya tempat berharap.
• Tawakal atau pasrah pada keputusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala Setelah kita berusaha dan berdoa secara padu. Kita yakin, keputusan Allah pastilah keputusan yang lebih baik dan terbaik bagi hamba-Nya.
• Doa dapat mengubah apa-apa yang oleh kita anggap mustahil atau tidak mungkin terjadi. Doa itu suprarasional sehingga dapat mengubah sesuatu yang natural menjadi supranatural. Simaklah, apa yang terjadi pada diri Siti Hajar. Kita tahu, di padang pasir Shafa-Marwah pasti tidak ada air. Itu rasional, natural, alamiah Tetapi, dengan doa vang suprarasional itu, keluarlah sesuatu yang ramon dan natural. Itulah air zamzam.
• Tempat berbaktı atau melaksanakan pengabdian bisa berlainan dengan tempat menuai atau mendapatkan rezeki. Bisa saja terjadi, misalnya, seseorang berusaha di area A tetapi dia justru mendapatkan rezeki di area B. Kejadian ini sama seperti yang dialamı Hajar. Dia mencari air dengan penuh semangat di Shafa-Marwah. Tetapi, air justru diperolehnya di dekat Ka’bah. Bagı manusia, hal yang terpenting ada usaha yang maksimal. Masalah hasil serahkanlah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang mengaturnya, baik masalah wakru maupun jumlahnya. Rezeki itu sering da tang dengan pola bighaırı hısab (di luar perhitungan). Sebuah Hadits Qudsi menegaskan. “Urus agama-Ku, hidup mu bagian-Ku”.
(Sumber: haji (falsafah, syariah & rihlah), Dr. K.H. Asep Zaenal Ausop,M.Ag.)