Thawaf adalah gerakan mengelilingi Ka’bah. Arah pergerakannya berlawanan dengan arah jarum jam. Thawaf dilakukan sebanyak 7 kali putaran, dimulai dengan Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad juga. Apakah hanya manusia yang melakukan thawaf?
Thawaf adalah gerakan mengelilingi Ka’bah. Arah pergerakannya berlawanan dengan arah jarum jam. Thawaf dilakukan sebanyak 7 kali putaran, dimulai dengan Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad juga. Apakah hanya manusia yang melakukan thawaf?
Tidak. Makhluk yang berthawaf tidak hanya manusia, malaikat pun senantiasa melakukan thawaf. Perbedaannya, manusia melakukan thawaf di Baitullah, di bumi; sedangkan para malaikat melakukan thawaf di Baitul Ma’mur, di Arasy.
Dari segi waktu, ada perbedaan yang sangat jauh antar masa atau waktu bumi, dan dialam malakut. Hal ini disebutkan oleh Allah di dalam surah Al-Ma’arij (70) ayat 4 yang menyatakan bahwa kadar satu hari di Baitul Ma’mur sama dengan 50.00 tahun di bumi.
تَعْرُجُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ إِلَيْهِ فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُۥ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Malaikat-malaikat dan jibril naik ( menghadap ) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun
Bandingkan kadar perjalanan malaikat itu dengan jarak tempuh jamaah haji asal Indonesia. Kita, jamaah haji Indonesia, berangkat ke Makkah untuk berhaji menggunakan pesawat terbang dengan jarak tempuh 10.000 Km, dan memerlukan waktu tempuh selama kurang lebih 10 jam, sementara para malaikat pergi atau menuju ke Arasy untuk berthawaf dan mengelilingi Baitul Ma’mur memakan waktu 50.000 tahun. Subhanallah.
Selain malaikat semua planet yang ada di angkasa raya pun “berthawaf” dan mengelilingi pusatnya atau sumbernya. Bahkan, sperma juga “ melakukan thawaf “ untuk mengelilingi ovum ketika hendak melakukan perbuahan (konsepsi). Elektron-elektron juga mengelilingi nukleus atom, planet-planet mengelilingi matahari, satelit-satelit mengelilingi planet-planetnya, bintang-bintang mengelilingi pusat galaksi, galaksi-galaksi berputar mengelilingi pusat yang tidak kita ketahui. Mereka semua berthawaf persis seperti jamaah haji berthawaf mengelilingi Ka’bah. Jelas sekali dan informasi yang tidak terbantahkan bahwa semua entitas di alam ini berthawaf. Jadi, thawaf sebetulnya adalah aktivitas universal yang di atur oleh Sang Khaliq.
Dalam hal ini, seorang ilmuwan asal perancis, Lauren, menyatakan bahwa gaya magnet bisa dilambangkan dengan tangan kanan. Empat jari dari tangan kanan itu, yakni telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking, berputar ke arah kanan; sementara ibu jari justru mengarah ke atas. Beberapa data tersebut semestinya menjadi penggugah semangat bahwa thawaf bukanlah tindakan yang sia-sia, tetapi memberi banyak manfaat bagi pengembangan spiritual kita.
Kita berharap, thawaf yang kita lakukan merupakan alat bagi tubuh kita, jamaah haji, untuk selalu mendekatkan diri kepada sumbernya, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala saat jisad kita mengelilingi Ka’bah, qalbu dan spiritualnya justru semakin mendekat secara vertikal kepada sumbu kekuasaan, yakni Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadi, lakukanlah thawaf dengan kekuatan ikhlas dan sabar dari hati kita.
Seperti yang sudah di jelaskan, thawaf dimulai dari Hajar Aswad dengan cara istiqbal, atau istilam, atau isyarah, dan mengucapkan “bismillahi Allahu akbar” ( Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar). Dengan kalimat itu, jamaah haji mulai berputar untuk mengelilingi Ka’bah di sertai bacaan dzikir dengan bacaan yang tidak mengikat. Setelah sampai di Rukun Yamani, jamaah haji mengucapkan doa “sapu jagat”, yaitu “Rabbana atina fuddunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina adzabannar” sampai ke sudut Hajar Aswad lagi. Begitu seterunya sampai tujuh putaran.
Putaran dari Hajr Aswad dan kembali ke Hajar Aswad dalam thawaf ini merupakan simbol bahwa hidup manusia itu harus dimulai dari Allah dan pasti kembali kepada Allah. Itulah esensi kalimat tarji’ ( inna lillahi wa inna ilaihi rajiun). Thawaf sebagai simbol bahwa manusia, selama beraktivitas di dunia, baik untuk mendapatkan harta, kesuksesan dalam karier, kesuksesan ekonomi dan politik, atau kesuksesan dalam hal yang lain, harus senantiasa dalam keadaan mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar kendali hatinya tidak pernah lepas dari sumbunya; Allah. Inilah sikap tauhid.
Dapat di pastikan bahwa thawaf tanpa pemaknaan (hermeunetika) akan terasa hambar. Kita akan merasa kesulitan untuk meneteskan air mata. Manfaat dari thawaf yang sesungguhnya sangat besar tidak akan terasa dan tidak akan kita dapatkan. Padahal, thawaf adalah sebuah aktivitas yang dapat membangun karakter manusia yang semula selalu menjadi orang yang menengadah ke atas dengan pongahnya menjadi orang yang selalu merunduk (merendah hati), selalu berdzikir, selalu berdoa, selalu ingin dekat dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan sanggup meletakkan cintanya pada dunia secara proposional. Baginya, cinta yang benar dan sejati hanya kepada Allah, Rasul-Nya, dan Kitab-Nya, Al-Quran.
(Sumber: haji (falsafah, syariah & rihlah), Dr. K.H. Asep Zaenal Ausop,M.Ag.)